KODE
ETIK PROFESI
KEPOLISIAN
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
PEMBUKAAN
Keberhasilan
pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan melindungi, mengayomi
serta melayani masyarakat, selain ditentukan oleh kualitas pengetahuan dan
keterampilan teknis kepolisian yang tinggi sangat ditentukan oleh perilaku
terpuji setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di tengah
masyarakat.
Guna
mewujudkan sifat kepribadian tersebut, setiap anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya senantiasa
terpanggil untuk menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang
tercermin pada sikap dan perilakunya, sehingga terhindar dari perbuatan tercela
dan penyalahgunaan wewenang.
Etika
profesi kepolisian merupakan kristalisasi nilai-nilai Tribrata yang dilandasi
dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam wujud komitmen moral yang meliputi
pada pengabdian, kelembagaan dan keNegaraan, selanjutnya disusun kedalam Kode
Etik Profesi Kepolsiian Negara Republik Indonesia.
Etika
pengabdian merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia terhadap profesinya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegak hukum serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.
Etika
kelembagaan merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia terhadap institusinya yang menjadi wadah pengabdian yang patut
dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara dan
segala martabat dan kehormatannya.
Etika
keNegaraan merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan institusinya untuk senantiasa bersikap netral, mandiri dan tidak
terpengaruh oleh kepentingan politik, golongan dalam rangka menjaga tegaknya
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kode
Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia mengikat secara moral, sikap
dan perilaku setiap anggota Polri.
Pelanggaran
terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia harus
dipertanggung-jawabkan di hadapan Sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolsiian
Negara Republik Indonesia guna pemuliaan profesi kepolisian.
Kode
Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat berlaku juga pada semua
organisasi yang menjalankan fungsi Kepolisian di Indonesia.
BAB I
ETIKA PENGABDIAN
Pasal
1
Anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia senantiasa bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan
menunjukkan sikap pengabdiannya berperilaku :
a.
Menjunjung tinggi sumpah sebagai anggota Polri dari dalam hati nuraninya kepada
Tuhan Yang Maha Esa;
b.
Menjalankan tugas keNegaraan dan kemasyarakatan dengan niat murni karea
kehendak Yang Maha Kuasa sebagai wujud nyata amal ibadahnya;
c.
Menghormati acara keagamaan dan bentuk-bentuk ibadah yang diselenggarakan
masyarakat dengan menjaga keamanan dan kekhidmatan pelaksanaannya.
Pasal
2
Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia berbakti kepada nusa dan bangsa sebagai
wujud pengabdian tertinggi dengan :
a. Mendahulukan kehormatan bangsa
Indonesia dalam kehidupannya;
b. Menjunjung tinggi lambang-lambang
kehormatan bangsa Indonesia;
c. Menampilkan jati diri bangsa
Indonesia yang terpuji dalam semua keadaan dan seluruh waktu;
d. Rela berkorban jiwa dan raga untuk
bangsa Indonesia.
Pasal
3
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
dalam melaksanakan tugas memlihara keamanan dan ketertiban umum selalu
menunjukkan sikap perilaku dengan :
a. Meletakkan kepentingan Negara,
bangsa, masyarakat dan kemanusiaan diatas kepentingan pribadinya;
b. Tidak menuntut perlakuan yang lebih
tinggi dibandingkan degan perlakuan terhadap semua warga Negara dan masyarakat;
c. Menjaga keselamatan fasilitas umum
dan hak milik perorangan serta menjauhkan sekuat tenaga dari kerusakan dan
penurunan nilai guna atas tindakan yang diambil dalam pelaksanaan tugas.
Pasal
4
Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas menegakan hukum
wajib memelihara perilaku terpercaya dengan :
a. Menyatakan yang benar adalah benar
dan yang salah adalah salah;
b. Tidak memihak;
c. Tidak melakukan pertemuan di luar
ruang pemeriksaan dengan pihak-pihak yang terkait dengan perkara;
d. Tidak mempublikasikan nama terang
tersangka dan saksi;
e. Tidak mempublikasikan tatacara,
taktik dan teknik penyidikan;
f. Tidak menimbulkan penderitaan akibat
penyalahgunaan wewenang dan sengaja menimbulkan rasa kecemasan, kebimbangan dan
ketergantungan pada pihak-pihak yang terkait dengan perkara;
g. Menunjukkan penghargaan terhadap
semua benda-benda yang berada dalam penguasaannya karena terkait dengan
penyelesaian perkara;
h. Menunjukkan penghargaan dan kerja
sama dengan sesama pejabat Negara dalam sistem peradilan pidana;
i. Dengan sikap ikhlas dan ramah
menjawab pertanyaan tentang perkembangan penanganan perkara yang ditanganinya
kepada semua pihak yang terkait dengan perkara pidana yang dimaksud, sehingga
diperoleh kejelasan tentang penyelesaiannya.
Pasal
5
Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat senantiasa :
a.
Memberikan pelayanan terbaik;
b.
Menyelamatkan jiwa seseorang pada kesempatan pertama;
c.
Mengutamakan kemuahan dan tidak mempersulit;
d.
Bersikap hormat kepada siapapun dan tidak menunjukkan sikap congkak/arogan
karena kekuasaan;
e. Tidak
membeda-bedakan cara pelayanan kepada semua orang;
f. Tidak
mengenal waktu istirahat selama 24 jam, atau tidak mengenal hari libur;
g. Tidak
membebani biaya, kecuali diatur dalam peraturan perundang-undangan;
h. Tidak
boleh menolak permintaan pertolongan bantuan dari masyarakat dengan alasan
bukan wilayah hukumnya atau karena kekurangan alat dan orang;
i. Tidak
mengeluarkan kata-kata atau melakukan gerakan-gerakan anggota tubuhnya yang
mengisyaratkan meminta imbalan atas batuan Polisi yang telah diberikan kepada
masyarakat.
Pasal
6
(1) Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia dalam menggunakan kewenangannya senantiasa berdasarkan pada Norma
hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan dan nilai-nilai
kemanusiaan.
(2) Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia senantiasa memegang teguh rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau
menurut perintah kedinasan perlu dirahasiakan.
Pasal
7
Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa menghindarkan diri dari
perbuatan tercela yang dapat merusak kehormatan profesi dan organisasinya,
dengan tidak melakukan tindakan-tindakan berupa :
a. Bertutur kata kasar dan bernada
kemarahan;
b. Menyalahi dan atau menyimpang dari
prosedur tugas;
c. Bersikap mencari-cari kesalahan
masyarakat;
d. Mempersulit masyarakat yang
membutuhkan bantuan/pertolongan;
e. Menyebarkan berita yang dapat
meresahkan masyarakat;
f. Melakukan perbuatan yang dirasakan
merendahkan martabat perempuan;
g. Melakukan tindakan yang dirasakan
sebagai perbuatan menelantarkan anak-anak dibawah umum;
h. Merendahkan harkat dan martabat
manusia.
BAB II
ETIKA KELEMBAGAAN
Pasal
8
Setiap
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menjunjung tinggi institusinya
dengan menempatkan kepentingan organisasi diatas kepentingan pribadi.
Pasal
9
(1) Setiap anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia memegang teguh garis komando, mematuhi jenjang kewenangan,
dan bertindak disiplin berdasarkan aturan dan tata cara yang berlaku.
(2) Setiap atasan tidak dibenarkan
memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukum yang berlaku dan wajib
bertanggung jawab atas pelaksanaan perintah yang diberikan kepada anggota
bawahannya.
(3) Setiap anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia dibenarkan menolak perintah atasan yang melanggar norma
hukum dan untuk itu anggota tersebut mendapatkan perlinungan hukum.
(4) Setiap anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam melaksanakan perintah kedinasan tidak dibenarkan
melampaui batas kewenangannya dan wajib menyampaikan pertanggungjawaban
tugasnya kepada atasan langsunnya.
(5) Setiap anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya tidak boleh
terpengaruh oleh istri, anak dan orang-orang lain yang masih terkait hubungan
keluarga atau pihak lain yang tidak ada hubungannya dengan kedinasan.
Pasal
10
(1) Setiap anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia menampilkan sikap kepemimpinan melalui keteladanan,
keadilan, ketulusan dan kewibawaan serta melaksanakan keputusan pimpinan yang
dibangun melalui tata cara yang berlaku guna tercapainya tujuan organisasi.
(2) Dalam proses pengambilan keputusan
boleh berbeda pendapat sebelum diputuskan pimpinan dan setelah diputuskan semua
anggota harus tundak pada keputusan tersebut.
(3) Keputusan pimpinan diambil setelah
mendengar semua pendapat dari unsur-unsur yang terkait, bawahan dan teman
sejawat sederajat, kecuali dalam situasi yang mendesak.
Pasal
11
Setiap
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa menjaga kehormatan
melalui penampilan seragam dan atau atribut, tanda, pangkat jabatan dan tanda
kewenangan Polri sebagai lambang kewibawaan hukum, yang mencerminkan tanggung
jawab serta kewajibannya kepada institusi dan masyarakat.
Pasal
12
Setiap
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa menampilkan rasa
setiakawan dengan sesama anggota sebagai ikatan batin yang tulus atas dasar
kesadaran bersama akan tanggug jawabnya sebagai salah satu ... keutuhan bangsa
Indonesia, dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip kehormatan sebagai berikut
:
a. Menyadari sepenuhnya sebagi
perbuatan tercela apabila meninggalkan kawan yang terluka atau meninggal dunia
dalam tugas sedangkan keadaan memungkinkan untuk memberi pertolongan;
b. Merupakan ketelaanan bagi seorang
atasan untuk membantu kesulitan bawahannya;
c. Merupakan kewajiban moral bagi
seorang bawahan untuk menunjukkan rasa hormat dengan tulus kepada atasannya;
d. Menyadari sepenuhnya bahwa seorang
atasan akan lebih terhormat apabila menunjukkan sikap menghargai yang sepada
kepada bawahannya;
e. Merupakan sikap terhomat bagi
anggota Polri baik yang masih dalam dinas aktif maupun purnawirawan untuk
menghadiri pemaaman jenazah anggota Polri lainnya yang meninggal karena gugur
dalam tugas ataupun meninggal karena sebab apapun, dimana kehadiran dalam
pemakaman tersebut dengan menggunakan atribut kehormatan dan tataran
penghormatan yang setinggi-tingginya;
f. Selalu terpanggil untuk memberikan
bantuan kepada anggota Polri dan purnawirawan Polri yang menghadapi suatu
kesulitan dimana dia berada saat itu, serta bantuan dan perhatian yang sama
sedapat mungkin juga diberikan kepada keluarga anggota Polri yang mengalami
kesulitan serupa dengan memperhatikan batas kemampuan yang dimilikinya;
g. Merupakan sikap terhormat apabila
mampu menahan diri untuk tidak menyampaikan dan menyebarkan rahasia pribadi,
kejelekan teman atau keadaan didalam lingkungan Polri kepada orang lain yang
bukan anggota Polri.
BAB III
ETIKA KENEGARAAN
Pasal
13
Setiap
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia siap sedia menjaga keutuhan
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasaran Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, memelihara persatuan dan kesatuan kebhinekaan bangsa
dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
Pasal
14
Setiap
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menjaga jarak yang sama dalam
kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik taktis, serta
tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik golongan tertentu.
Pasal
15
Setiap
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa berpegang teguh pada
konstitusi dalam menyikapi perkembangan situasi yang membahayakan keselamatan
bangsa dan Negara.
Pasal
16
Setiap
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menjaga keamanan Presiden Republik
Indonesia dan menghormati serta menjalankan segala kebijakannya sesuai dengan
jiwa konstitusi maupun hukum yang berlaku demi keselamatan Negara dan keutuhan
bangsa.
BAB IV
PENEGAKAN KODE ETIK PROFESI
Pasal
17
Setiap
pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
dikenakan sanksi moral, berupa :
a. Perilaku pelanggar dinyatakan
sebagai perbuatan tercela;
b. Kewajiban pelanggar untuk menyatakan
penyesalan atau meminta maaf secara terbatas ataupun secara terbuka;
c. Kewajiban pelanggar untuk mengikuti
pembinaan ulang profesi;
d. Pelanggar dinyatakan tidak layak
lagi untuk menjalankan profesi Kepolisian.
Pasal
18
Pemeriksaan
atas pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
dilakukan oleh Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal
19
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 dan 18, diatur lebih lanjut dengan Tata
Cara Sidang Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BAB V
PENUTUP
Pasal
20
Merupakan
kehormatan yang tertinggi bagi setiap anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia untuk menghayati, menaati dan mengamalkan Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya
maupun dalam kehidupan sehari-hari demi pengabdian kepada masyarakat, bangsa
dan Negara.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : Juli
2003
KEPALA
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Drs. DA'I
BACHTIAR, SH
JENDERAL POLISI
PENJELASAN
TENTANG
KODE
ETIK PROFESI KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
I. UMUM.
Pembinaan
kemampuan profesi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam mengemban
tugas pokoknya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002
dilaksanakan melalui pembinaan etika profesi dan pengembangan pengetahuan serta
pengalaman penugasan secara berjenjang, berlanjut dan terpadu.
Selanjutnya
setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menurut Undang-Undang Nomor
2 tahun 2002 diwajibkan untuk menghayati dan menjiwai etika profesi Kepolisian
yang tercermin dalam sikap dan perilakunya dalam kedinasan maupun kehidupannya
sehari-hari.
Etika
profesi Kepolisian memuat 3 (tiga) substansi etika yaitu Etika Pengabdian,
Kelembagaan dan KeNegaraan yang dirumuskan dan disepakati oleh seluruh anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia sehingga menjadi kesepakatan bersama
sebagai Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang memuat
komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai
kristalisasi nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Tribrata dan dilandasi
oleh nilai-nilai luhur Pancasila.
Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan pedoman perilaku dan
sekaligus pedoman moral bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,
sebagai upaya pemuliaan trhadap profesi kepolisian, yang berfungsi sebagai
pembimbing pengabdian, sekaligus menjadi pengawas hati nurani setiap anggota
agar terhindar dari perbuatan tercela dan penyalahgunaan wewenang.
Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Republi Indonesia untuk petama kali ditetapkan oleh
Kapolri dengan Surat Keputusan Kapolri No. Pol : Skep/213/VII/1985 tanggal 1
Juli 1985 yang selanjutnya naskah dimaksud terkenal dengan Naskah Ikrar Kode
Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia beserta pedoman pengalamannya.
Dengan
berlakunya Undang-Undang Nomor 28 tahun 1997 dimana pada pasal 23
mempersyaratkan adanya Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia,
maka pada tanggal 7 Maret 2001 diterbitkan buku Kode Etik Profesi Kepolisian
Negara Republik Indonesia dengan Keputusan Kapolri No. Pol : Kep/05/III/2001
serta buku Petunjuk Administrasi Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia dengan Keputusan KaPolri No. Pol : Kep/04/III/2001 tanggal 7
Maret 2001.
Perkembangan
selanjutnya berdasarkan Ketetapan MPR-RI Nomor : VI/MPR/2000 tentang Pemisahan
Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Ketetapan
MPR-RI Nomor VII/MPR/2000 tentang peran Tentara Nasional Indonesia dan peran
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana tersebut dalam pasal 31 sampai
dengan pasal 35, maka diperlukan perumusan kembali Kode Etik Profesi Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang lebih konkrit agar pelaksanaan tugas Kepolisian
lebih terarah dan sesuai dengan harapan masyarakat yang mendambakan terciptanya
supremasi hukum dan terwujudnya rasa keadilan.
Selanjutnya
perumusan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia memuat norma
perilaku dan moral yang disepakati bersama serta dijadikan pedoman dalam
melaksanakan tugas dan wewenang bagi anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia sehingga dapat menjadi pendorong semangat dan rambu-rambu nurani
setiap anggota untuk pemuliaan profesi Kepolisian guna meningkatkan pelayanan
kepada masyarakat.
Kepolisian
Negara Republik Indonesia merupakan organisasi pembina profesi Kepolisian yang
berwenang membentuk Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia di
semua tingkat organisasi, selanjutnya berfungsi untuk menilai dan memeriksa
pelanggaran yang dilakukan oleh anggota terhadap ketentuan Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
II. BAB DAN PASAL-PASALNYA.
1. Setiap Kode
Etik Profesi pada umumnya memuat materi pokok yaitu nilai-nilai/ide yang
bersifat mendasar (Statement of ideas) dan prinsip-prinsip pelaksanaan tugas
sehari-hari (Statement of guidelines/principles in the simply duties). Oleh
karena itu pada naskah Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
memuat ; Bab I berisi nilai-nilai dasar tentang jatidiri anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang menggambarkan nilai-nilai pengabdian sebagaimana
terumus dalam filosofi Tribrata, berisi norma moral dalam etika kedinasan yang
menggambarkan tingkat profesionalisme anggota, Bab II berisi komitmen moral
setiap individu anggota dan institusinya yang berhubungan dengna institusi
lainnya dalam kehidupan bernegara, dan Bab IV berisi ketentuan penegakan Kode
Etik Profesi Polri yang mengatur ketentuan sanksi moral dan Tata Cara Sidang
Komisi.
2.
Penjelasan pasal demi pasal :
BAB I. ETIKA PENGABDIAN
Pasal 1.
Sikap moral
pengabdian pengemban profesi kepolisian pertama-tama didasarkan pada panggilan
ibadah sebagai umat beragama melalui perbuatan nyata berupa menjaga keselamatan
sesama manusia, menjunjung tinggi martabat manusia dengna segala
kompleksitasnya, menjauhkan dari rasa khawatir dan ketakutan dalam kehidupan
sehari-hari serta memelihara segenap aturan bagi terselenggranya sendi kehidupan
manusia.
Amal perbuatan
tersebut keluar dari dalam hati nuraninya dan bertanggung jawab kepada Tuhan
Yang Maha Esa melalui sumpahnya dihadapan Tuhan Yang Maha Esa.
Buah amal
perbuatan tersebut akan dirasakan oleh semua masyarakat yang berbeda-beda agama
dalam norma kehidupannya.
Pasal 2.
Selaku anak
bangsa setiap pengemban profesi kepolisian terpanggil dari dalam hati nuraninya
untuk tetap meluhurkan Indonesia bersama segenap komponen bangsa Indonesia di
tengah pergaulan antar bangsa di dunia.
Bangsa
Indonesia ibarat sebuah bahtera dengan mengarungi samudera akan mengalami
berbagai tantangan perjuangan dan perubahan berbagai keadaan.
Namun setiap
pengemban profesi kepolisian tetap menjaga dan memelihara kelangsungan hidup
dan kehormatan bangsa dengan segala pengorbanannya tanpa batas.
Pasal 3.
Cukup
jelas.
Pasal 4.
Cukup
jelas.
Pasal 5.
Memberikan
pelayanan terbaik, yang dimaksudkan disini adalah memberikan pelayanan kepada
pelayan masyarakat secara ikhlas dengan prosedur pelayanan yang cepat, sederhana,
serta tidak bersikap masa bodoh atau bersikap apatis/mendiamkan adanya harapan
masyarakat.
Tidak mengenal waktu istirahat selama
24 jam atau tidak mengenal hari libur, yang dimaksudkan disini adalah seorang
anggota Polri yang sedang tidak bertugas tetap dianggap sebagai sosok Polisi
yang selalu siap memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat,
oleh karena itu kegiatan Polri yang harus diemban bagi setiap anggota Polri
merupakan identitas kegiatan selama 24 jam secara terus menerus, sehingga
merupakan perbuatan yang terhormat apabila kepadanya mengenyampingkan hak waktu
istirahat atau hari libur untuk selalu mengutamakan panggilan tugas sebagaimana
harapan masyarakat dan perintah dari atasan.
Pasal 6.
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Memegang
teguh rahasia sesuatu, yang dimaksudkan disini adalah memegang teguh rahasia
jabatan terhadap pihak tertentu yang tidak ada hubungannya dengan kepentingan
dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 7.
Pasal ini
mengatur batasan-batasan minimal atas larangan terhadap bentuk perilaku yang
dapat dikategorikan sebagai penodaan terhadap pemuliaan profesi Polri.
Martabat
wanita merupakan sesuatu yang wajib dijunjung tinggi sehingga setiap petugas
Polri dalam penangan kasus yang berkaitan dengan wanita perlu diberi suatu
rambu-rambu agar tidak menimbulkan persangkaan/penilaian yang merugikan
kehormatan profesi, seperti contoh antara lain dalam melakukan pemeriksaan
terhadap wanita sangat tidak etis apabila dilakukan hanya oleh seorang petugas
apalagi petugas pria.
BAB
II. ETIKA KELEMBAGAAN.
Pasal 8.
Cukup
jelas.
Pasal 9.
Ayat
(1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Menggambarkan
hubungan/tingkatan kewenangan dan pertanggungjawaban antara seorang atasan
dengan bawahannya secara timbal balik, sehingga apabila terjadi suatu
penyimpangan perilaku maka kedua belah pihak mempertanggungjawabkan
perbuatannya masing-masing atau secara bersama.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Pasal 10.
Tatacara yang
berlaku, yang dimaksudkan adalah suatu proses pengambilan keputusan yang
ditempuh melalui musyawarah dengan menampung saran pendapat anggota sebagai
bahan pengambilan keputusan.
Pasal 11.
Cukup
jelas.
Pasal 12.
Cukup
jelas.
BAB
III. ETIKA KENEGARAAN.
Pasal 13.
Cukup
jelas
Pasal 14.
Pasal ini
menjelaskan bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menginginkan
untuk tidak terpolitisasi dan terintervensi oleh pihak manapun dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Pasal 15.
Berpegang
teguh pada konstitusi, yang dimaksud adalah semua tindakan Kepolisian yang
diambil dalam upaya mencegah dan menanggulangi situasi yang membahayakan
keselamatan bangsa dan Negara tetap berdasarkan kepada Undang-Undang Dasar
1945.
Pasal 16.
Cukup
jelas.
BAB
IV. PENEGAKAN KODE ETIK PROFESI
Pasal 17.
Setiap
pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi dikenakan sanksi moral yang disampaikan
dalam bentuk putusan Sidang Komisi secara tertulis kepada terperiksa, dimana
sanksi moral tersebut bisa berupa pernyataan putusan yang menyatakan tidak
tebrukti atau pernyataan putusan yang menyatakan terperiksa tebrukti melakukan
pelanggaran Kode Etik Profesi Polri.
Bentuk sanksi
moral sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia merupakan bentuk-bentuk sanksi moral yang penerapannya tidak
secara kumulatif, namun sanksi moral tersebut terumus dari kadar sanksi yang
teringan sampai dengan kadar sanksi terberat sesuai pelanggaran perilaku
terperiksa yang dapat dibuktikan dalam Sidang Komisi.
Pernyataan
penyesalan secara terbatas, yang dimaksudkan adalah pernyataan meminta maaf
secara langsung baik lisan maupun tertulis oleh terperiksa kepada pihak ketiga
yang dirugikan atas perilaku terperiksa.
Pernyataan
penyesalan secara terbuka, yang dimaksudkan adalah penyataan meminta maaf
secara tidak langsung oleh terperiksa kepada pihak ketiga yang dirugikan
melalui media massa.
Kewajiban
pelanggar untuk mengikuti pembinaan ulang profesi, yang dimaksudkan adalah
anggota Polri yang telah terbukti melanggar ketentuan Kode Etik Profesi Polri
sebanyak 2 (dua) kali atau lebih melalui putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri,
kepadanya diwajibkan untuk mengikuti penataran/pelatihan ulang pembinaan
profesi di Lembaga Pendidikan Polri.
Pelanggar
dinyatakan tidak layak lagi untuk menjalankan profesi Kepolisian, yang
dimaksudkan adalah pelanggar dianggap tidak pantas mengemban profesi kepolisian
sebagaimana diatur dalam rumusan tugas dan wewenang kepolisian pada pasal 14,
15 dan 16 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002, sehingga Ketua Sidang Komisi dapat
menyarankan kepada Kasatker setempat agar pelanggar iberikan sanksi
administratif berupa Tour of duty, Tour of area, Pemberhentian dengan hormat,
atau Pemberhentian tidak dengan hormat.
Pasal 18.
Pemeriksaan
dalam Sidang Komisi adalah upaya pembuktian terhadap dugaan telah terjadinya
pelanggara Kode Etik Profesi Polri yang didasari oleh proses putusan sidang
yang cermat sehingga tidak menjadi sarana persaingan tidak sehat antar anggota.
Sidang Komisi ini juga merupakan representasi masyarakat profesi dalam rangka
pemuliaan profesi Kepolisian.
Pasal 19.
Pengaturan
secara rinci tentang Tata Cara Sidang Komisi Kode Etik diatur tersendiri dengan
Keputusan Kapolri.
BAB
V. PENUTUP.
Pasal 20.
Cukup
jelas.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 1
Juli 2003
KEPALA
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Drs. DA'I
BACHTIAR, SH
JENDERAL POLISI
0 komentar:
Posting Komentar